FORUM STUDI ISLAM KAFFAH

June 17, 2009

Arsip Politik : Dialog Hizbut Tahrir dan Muammar al Gaddafi

Filed under: Uncategorized — fostisa @ 13:36

Saya akan berbicara pada bagian ini, dan beberapa rincian tentang isi dari tujuh buku penting di antara buku-buku terbitan yang sangat bagus brilian, sehingga darinya dapat dijadikan kajian atas perkembangan yang membawa konflik antara rezim dengan kekuatan politik yang menjadi oposisinya, terutama tentang permulaan konfrontasi dengan rezim yang berkuasa. 

 

Buku-buku tersebut adalah: Mudzakkirah Hizb ut-Tahrir (Memorandum Hizbut Tahrir). Mudzakkirah Hizb ut-Tahrir ini termasuk di antara publikasi-publikasi Hizbut Tahrir, seperti yang ditunjukkan oleh judulnya, … 

 

Mudzakkirah Hizb ut-Tahrir (Memorandum Hizbut Tahrir)…. Di antara publikasi-publikasi Hizbut Tahrir

 

Mudzakkirah Hizb ut-Tahrir (Memorandum Hizbut Tahrir) ini berisi dialog antara Kolonel Muammar al Gaddafi dengan delegasi dari Hizbut Tahrir. Dialog itu sendiri berlangsung di kota Tripoli, pada malam hari tanggal 17 bulan suci Ramadan (malam lailatul Qadar). Dialog tersebut berlangsung selama empat jam. Sementara, memorandumnya itu sendiri dipublikasikan pada bulan September tahun 1978.

 

Sedang tujuan dari dialog ini adalah bahwa para delegasi Hizbut Tahrir ini ingin memastikan “atas kebenaran pernyataan yang selama ini dikemukakan oleh Kolonel Muammar al Gaddafi tentang pendapatnya seputar as-Sunnah”. Pembukuan dialog semacam ini dalam sebuah memorandum dari satu sisi adalah untuk dokumentasi isi dialog itu sendiri, sedang dari sisi yang lain adalah agar semua warga turut mengetahui isinya. Dialog seperti ini dinilai sebagai sebuah contoh praktis dari kegiatan politik Hizbut Tahrir. 

 

Dalam memorandum tersebut terdapat dalil-dalil terperinci tentang pentingnya as-Sunnah dan ke-hujjahan-nya. Sebagaimana di dalamnya juga terdapat penjelasan ringkas tentang politik Islam, metode mengkhususkan (takhshish) atas pengertian yang masih umum (‘am) dalam al-Qur’an, dan metode membatasi (taqyid) atas ayat-ayat al-Qur’an yang masih luas (muthlaq) pengertiannya. 

 

Termasuk yang terdapat dalam memorandum tersebut bahwa “as-Sunnah an-Nabawiyah asy-Syarifah adalah dasar (ushul) di antara dasar-dasar Islam, dan sumber (mashdar) di antara sumber-sumber dalil syara’, yang darinya diambil ketetapan akidah dan hukum, sama seperti al-Qur’anul Karim. As-Sunnah berfungsi sebagai penerang dan penjelas bagi al-Qur’an, menjelaskan yang mujmal, mengkhususkan yang umum, dan membatasi yang mutlak, serta menambah hukum-hukum furu’ (cabang) yang dasarnya ada dalam al-Qur’an, termasuk membuat ketetapan hukum yang dasarnya tidak ada dalam al-Qur’an. Bahkan di atas as-Sunnah ini tergantung pemahaman tentang al-Qur’an, dan pengetahuan terhadap persoalan-persoalan akidah dan hukum-hukum syara’, baik hukum-hukum mengenai ibadah, perilaku individu, moral, hukuman, maupun transaksi”. 

 

Dan di dalam memorandum itu juga terdapat bahwa “menolak dan mengingkari as-Sunnah an-Nabawiyah, serta tidak mengambilnya dinilai sebagai bentuk perusakan Islam, sebab as-Sunnah an-Nabawiyah adalah dasar di antara dasar-dasar Islam, dalam hal ini as-Sunnah sama seperti al-Qur’an, yang menjadi dasar utama di antara dasar-dasar Islam”. Oleh karena itu wajib mengambil al-Qur’an dan as-Sunnah secara bersama. Sehingga, secara mutlak seorang Muslim tidak boleh terbatas hanya mengambil al-Qur’an, dan menolak mengambil as-Sunnah.

 

Sebagaimana tidak boleh berkata: “Kami akan memeriksa dan membandingkan apa yang ada dalam as-Sunnah dengan al-Qur’an, sehinga apa yang tidak sesuai dengan al-Qur’an, maka kami menolaknya dan tidak mengamalkannya”. Begitu juga tidak boleh seorang Muslim berkata: “Kami mengambil al-Qur’an karena dalam hal ini tidak ada perselisihan di antara umat Islam”. Semua itu tidak boleh, sebab meninggalkan as-Sunnah berarti meninggalkan sesuatu yang kita diwajibkan oleh Allah untuk mengambilnya.

 

Rasulullah SAW memperingatkan kami dalam hal ini melalui hadits yang jelas dan gamblang, dimana beliau SAW bersabda: “Hampir seorang laki-laki di antara kalian sambil bersandar pada singgasananya, ia berbicara tentang hadits yang datang dariku. Kemudian seorang laki-laki itu berkata: ‘Antara kami dan kalian terdapat Kitabullah (al-Qur’an). Sehingga sesuatu yang halal yang kami dapati dari al-Qur’an, maka kami pun menghalalkannya; dan sesuatu yang haram yang kami dapati dari al-Qur’an, maka kami pun mengharamkannya. Akan tetapi, selain apa yang diharamkan Allah, maka kami akan menelitinya”. 

 

Memorandum Hizbut Tahrir ini dinilai sebagai contoh praktis tentang karakteristik kegiatan-kegiatan politik Hizbut Tahrir. 

 

Hizbut Tahrir dalam melakukan dialog tersebut memulai dari: pertama, mengidentifikasi masalah; kedua, melakukan koreksi; dan ketiga, membangun (menyampaikan) argumentasi.

 

Tanggal, 05 Pebruari 2008 

Sumber: Fathi al-Fadili, dari artikelnya yang berjudul, “Sambungan dari bab ketiga: Oposisi Libya menawarkan budaya dan media: membaca buku-buku oposisi“, yang dipublikasikan melalui situs “Akhbar Libya”. (www.al-aqsa.org)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.